Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Bagai Daun

Aku seperti daun ... Melayang terbang tanpa arah dan tujuan. Mengikuti arah angin; berhembus seakan tak pasti. Aku berhenti dimana hingga semua terasa semu. Di ruang jingga aku terjatuh saat kata tertirah dan aku pun punah. Tanpa ada sisa;  hatiku menguning kering, layu tanpa guyuran hujan, tanpa ada yang menyirami kata-kata yang mempesona. Bagaikan daun kering; melayang ketika angin bertiup kencang. Melewati hari dengan menyendiri; merawat rindu dan lukanya sendiri, ialah aku yang kau tinggalkan tanpa permisi.

Kenapa bisa patah?

Apa itu? Kenapa retak gitu, kok gak beraturan? Kenapa berantakan, amburadul? Padahal mulanya gak remuk-redam, lah kok ini malah bolong-bolong sampai patah pula?! Siapa yang melakukannya? Oh pasti dia yang tidak bisa baca kamu sampai sekarang ya?! Kenapa dia berasumsi tanpa dugaan?! Apa dia bodoh ya?! Penyangkalannya terlalu keras. Jeritannya terlalu tajam setajam pisau, pasti setiap kamu dengar jeritannya kegelisahan kamu teriris tipis-tipis ya?! Yang sabar ya!!  Percuma saja, sudah patah tidak bisa berdiri utuh sempurna lagi!! Di ekspresikan saja, bagaimana? Pura-pura semua dalam keadaan baik-baik saja, karena kan manusia tidak pandai dalam memakai nuraninya sendiri. Dia tidak sengaja, hanya empati atasmu. Emm... Tapi katanya rasa ini selayaknya membebaskan. Lah kok kesabaran kamu malah kamu tambal batas. Sekarang dia pergi kemana? Oiya palingan sama dengan yang lainnya. Mematahkan tanpa meminta maaf, iya kan kamu hanya dijadikan persinggahan sementaranya tanpa kamu sadari

Sampai Hati

Gambar
Ah kamu ini!! Isyaratku menunjukkan aku sudah benar-benar bangkit dari kecemasan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan kembali. Kamu berhasil membuat hujan yang kunantikan berubah menjadi mentari untuk mencintai pelangi.  Simpulan senyumanmu membentuk skema, bentuknya pun cuma setengah lingkaran tapi indahnya bukan main. Lalu kamu datang menyelumatkan doktrin yang selama ini didasari sudut-sudut kepedihan. Wacanamu terhadap dunia begitu nyata hingga aku kalap terpikat kuat oleh logika. Kepiawaianmu menelisik sudut pandangku akan kekaguman dan kecerdasan tanpa aksi yang berlebihan. Kamu sadar? Rasa ini nyaris aku peluk sendirian. Kamu datang dalam diam. Ada rindu yang tak aku perlihatkan. Bukan, bukan itu. Ambigu menghantui rasa nyaman. Takut, ya takut jika kamu tertelan kembali oleh masa lalu mu (Re: trauma). Semoga setelah ini aku tak lupa untuk membenah dari hati yang salah. Ya.. Semoga saja.